sistem Keperawatan di Jepang

05.51 Posted In Edit This 1 Comment »
A. Pendididkan Keperawatan di Jepang
Di Jepang terdapat dua sistem pendidikan keperawatan yaitu nursing college yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Jepang, dan nursing school yang berada di bawah Kementerian Kesehatan Jepang. Setiap perawat yang akan bekerja di Jepang, harus terdaftar di Kementerian Kesehatan Jepang. Bagi mereka yang kuliah di Nursing College, mereka sudah dipersiapkan untuk mengikuti tahap registrasi tersebut.
 seluruh calon perawat di Jepang harus mengikuti ujian nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan Jepang agar terdaftar dan dapat bekerja sebagai perawat. Hal ini pun berlaku untuk perawat dari luar Jepang yang akan bekerja di Jepang. Mereka harus mempersiapkan diri lebih awal agar bisa teregistrasi oleh pemerintahan Jepang.
Perawat dari Indonesia bisa menjadi perawat di rumah sakit-rumah sakit di Jepang. Banyak rumah sakit di Jepang yang ingin merekrut perawat Indonesia karena dikenal sebagai perawat yang sabar dan pekerja keras. Tetapi bagi para perawat Indonesia yang akan bekerja di Jepang, kemampuan bahasa Jepang yang baik sangat diperlukan. Banyak perawat asing yang ingin bekerja di Jepang tapi lemah dalam hal bahasa Jepang, dan inilah yang menghambat mereka untuk bekerja di Jepang.
 Jumlah perawat di Jepang sangat sedikit. Hal ini terkait dengan demografi penduduk Jepang yang merupakan masyarakat tua. Selain itu, pekerjaan sebagai perawat cukup berat dan sibuk, sehingga dari segi jumlah, perawat jepang tidak terlalu banyak. Bahkan, dari jumlah yang terbatas itu, cukup banyak pula perawat yang berhenti. Diperkirakan perawat yang berhenti di sebuah rumah sakit Jepang adalah sekitar 9% per tahun, baik itu berhenti bekerja sebagai perawat atau berhenti untuk bekerja di tempat lain.
Mengenai peralatan penunjang keperawatan, di Jepang peralatan sudah memadai dan kualitasnya baik. Pada managemennya, yang bertugas merawat pasien adalah kewajiban dokter dan perawat hanya bertugas sebagai pem- back-up dokter. Sehingga, perawat Jepang memiliki kesempatan untuk dapat mendengarkan keinginan pasiennya.
Adapun persyaratan calon perawat Jepang, yaitu:
a. Kualifikasi sebagai perawat terregistrasi
b. Usia 21-35 tahun
c. Berijasah D III atau lulusan dari Fakultas Keperawatan di Indonesia
d. Pengalaman di klinik, RS, Puskesmas minimal 2 tahun
e. Diusulkan kepada Pemerintah Jepang oleh pemerintah Indonesia
f. Masuk ke negara Jepang sesuai waktu yang ditentukan pemerintah Jepang
g. Medical check up yang menyatakan sehat
h. Mengikuti wawancara dan psikotes
i. Mengikuti salah satu kegiatan dalam waktu tinggl sementara di Jepang yang bertujuan untuk mencapai kualifikasi sebagai perawat sesuai dengan peraturan pemerintah Jepang (Kangoshi):
-  Pelatihan bahasa Jepang selama 6 bulan
- Bekerja untuk mendapatkan pengetahuan dan skill dibawah pengawasan dari           Kangoshi di RS setelah pelatihan bahasa Jepang
- Lulus ujian Kangoshi

B. Gaya Hidup di Jepang
Jepang merupakan negara dengan angka kematian anak (under -5 mortality rate) terendah yaitu 4/ 1000(US 8/1000, Indonesia 31/1000) (UNICEF, table 1 Basic indicator, 2007). Hal ini tidak lepas dari dukungan pemerintah Jepang terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak. Jepang memiliki sistem jaminan kesehatan universal. Hampir seluruh warga negara Jepang dilindingi dengan asuransi kesehatan, dan termasuk juga warga negara asing yang menetap sementara di Jepang.
Bagi warga negara Jepang, sejak orang tua melaporkan kelahiran anaknya di kantor pemerintahan setempat, anak tersebut juga didaftarkan pada sistem jaminan kesehatan dan layak mendapatkan asuransi kesehatan sesuai ketentuan (untuk warga asing dengan mendaftarkan diri ke kantor pemerintahan setempat, asuransi kesehatan bisa didapatkan). Jika sakit dan berkunjung ke pelayanan kesehatan baik negeri ataupun swasta, untuk anak usia diatas 3 tahun secara umum membayar 30% dari total biaya pengobatan dan anak dibawah 3 tahun membayar 20% dari total biaya pengobatan. Pembayaran asuransi kesehatan dilakukan setiap bulan dengan jumlah disesuaikan dengan penghasilan setiap keluarga. Semakin besar penghasilan biaya asuransi semakin besar dan sebaliknya. Metode ini mengupayakan pemerataan bagi penduduk Jepang dari segi Penghasilan. Walaupun demikian fasilitas yang didapatkan tidak berbeda bagi setiap anak.
Pemerintah memberikan pelayanan gratis pemeriksaan kesehatan pada usia bayi 1 bulan, 4 bulan, 18 bulan dan 3 tahun meliputi cek dan skrining tumbuh kembang, pemeriksaan gigi, konsultasi, dan imunisasi. Program ini merupakan program pemerintah, sehingga pada jadwal kegiatan pemeriksaan bayi dan anak. Bagi ibu dengan bayi prematur, bayi dengan berat lahir rendah (BBLR), dan ibu dengan anak keterbatasan mental atau fisik, pemerintah juga memberikan program child rearing support seperti konsultasi, pemeriksaan, group ibu, bahkan pemberian pinjaman dana keuangan dalam upaya kesejahteraan anak. Untuk ibu dengan bayi berat lahir rendah (BBLR), pemerintah memberikan bebas biaya perawatan dan pengobatan semenjak kelahiran hingga bayi dianggap sudah cukup sehat. Dan jika bayi atau anak memiliki gangguan cerebral palsy (gangguan fungsi motorik karena kerusakan pada otak), pemerintah memberikan dana kesehatan hingga usia anak tersebut 15 tahun, total bantuan yang diberikan dapat sebesar 20.000.000 yen.
Pada beberapa prefektur (daerah) ataupun kota kebijakan pemerintah ini dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kemampuan daerah maupun kota tersebut tanpa mengurangi program utama pelayanan kesehatan anak yang ditentukan oleh pemerintah. Pendidikan di Jepang dengan system wajib belajar 9 tahun juga diwajibkan untuk memonitor kesehatan dan kesejahteraan anak. Panitia Pendidikan pemerintah setempat harus mengatur pemeriksaan kesehatan bagi anak-anak sebelum mereka memasuki sekolah dasar pada usia enam tahun, dan sekolah secara tahunan kemudian melakukan cek-up kesehatan bagi siswanya. Jika ditemukan siswa memiliki gangguan, sekolah dan pemerintah akan melakukan tindak lanjut akan temuan tersebut.
Mengenai pencegahan abuse pada anak (dapat berupa physical, mental, sexual abuse ataupun neglect), dalam Undang-Undang mewajibkan para guru, praktisi medis, dan petugas kesejahteraan anak untuk membuat suatu usaha untuk mendeteksi dini kasus-kasus ini, kantor ini akan menyelidiki kondisi anak. Jika ditemukan kasus tersebut, anak dapat dikirim ke pusat bimbingan anak medis atau psikologis. Pemerintah setempat juga dapat memberikan peringatan kepada orang tua atau wali, untuk menempatkan anak di bawah bimbingan seorang pekerja kesejahteraan, atau menempatkan anak di bawah anak asuh, atau dalam salah satu dari berbagai fasilitas kesejahteraan anak. Dukungan lain yang diberikan pemerintah adalah dukungan finansial bagi keluarga dengan pendapatan rendah hingga sedang dalam melakukan pengasuhan anak. Bila orangtua mempunyai anak dengan usia lebih muda dari tiga tahun, dapat menerima tunjangan anak dari pemerintah (yang dalam bahasa Jepang disebut Jido teate) ¥ 10.000, untuk anak usia diatas 3 tahun ¥ 5.000 per anak per bulan.
Tunjangan ini juga diberikan pada warga negara asing yang tinggal di Jepang. Dengan mendaftarkan anak pada kantor kota pemerintahan setempat ,tunjangan bulanan ini bisa didapatkan. Masih banyak fasilitas lain yang diberikan pemerintah pada anak seperti bebas biaya transportasi umum atau separuh harga untuk anak, childcare yang disediakan bagi anak saat orang tua sssbekerja pada siang hari ataupun karena orang tua sakit sehingga tidak dapat mengasuh anak.
C. Masalah Sosial dan Antropologi Masyarakat Jepang
Orang jepang tidak merawat sendiri orangtua mereka yang sudah tua, sehingga Jepang perlu merekrut perawat dari luar negeri. Padahal dijelaskan bahwa sebelum tahun 1945, ada sebuah kewajiban sosial yang tercantum dalam UU bahwa anak pertama wajib menjaga orangtuanya. Tapi setelah itu, tatanan sosial dan UU ini berubah. Tidak ada lagi kewajiban yang tertulis, bahwa harus anak pertama yang menjaga dan merawat orangtuanya. Seharusnya semua anak harus menjaganya. Namun, hal tersebut tidak dilakukan. Dikaitkan dengan perbedaan generasi muda dan tua yang ada saat ini. Generasi muda Jepang cenderung untuk hidup dengan keluarga inti mereka saja (suami, istri dan anak, tanpa orangtua). Kemungkinan juga karena sempitnya ruang di perkotaan, sehingga jumlah orang di dalam rumah sangat dibatasi.

KESIMPULAN
Migrasi perawat Indonesia ke Jepang bukanlah hal yang mudah. Kepastian peraturan dari kedua negara harus dipersiapkan dengan baik sebelum program mulai dijalankan. Pekerja asing seringkali berada pada posisi yang lemah, para pemegang keputusan bertanggung jawab memberikan perlindungan kepada mereka.
Performansi yang baik harus ditunjukkan oleh setiap perawat yang bekerja di luar negeri, persiapan yang cukup sebelumnya sangat dibutuhkan agar dapat memenuhi kualifikasi sebagai pekerja asing di negara yang dituju. Kemampuan sebagai perawat saja tidak cukup, agar dapat bekerja dengan baik maka perawat Indonesia yang akan bekerja ke Jepang hendaknya memiliki kemampuan bahasa Jepang yang memadai.

Sebagian besar dari mereka, kunjungan ke Indonesia kali ini adalah yang pertama dan mereka baru saja tiba di Indonesia, sehingga mereka belum memiliki gambaran yang detail mengenai keperawatan Indonesia. Namun, Katsue-sensei memiliki sedikit gambaran mengenai perawat Indonesia yang didapatkannya dari seorang perawat Indonesia yang berada di Jepang dan pengalamannya berkunjung ke sebuah Rumah Sakit di Banda Aceh. Menurut Katsue-sensei, sistem keperawatan di Indonesia dan di Jepang tidak terlalu berbeda. Tetapi, ada beberapa perbedaan.
Pertama adalah perbedaan jumlah perawat. Perawat di Indonesia cukup banyak. Sedangkan di Jepang, jumlah perawat sedikit. Hal ini terkait dengan demografi penduduk Jepang yang merupakan masyarakat tua. Selain itu, pekerjaan sebagai perawat cukup berat dan sibuk, sehingga dari segi jumlah, perawat jepang tidak terlalu banyak. Bahkan, dari jumlah yang terbatas itu, cukup banyak pula perawat yang berhenti.
DAFTAR PUSTAKA

(Ensiklopedi Jepang, 2007).

http://edukasi.kompasiana.com/2010/01/27/sistem-pelayanan-kesehatan-dan-kesejahteraan-anak-di-jepang/  28 april 2011 17.40